Friday, September 25, 2015

Kak, untuk apa sih saya belajar ini?

Sering banget adik-adik bimbingan gue menanyakan hal ini. Gue sendiri bingung mau jawab apa. Tapi setelah sharing dengan calon-calon ibu kece badai PBR '10, gue merasa menemukan jawaban terbaiknya.
"Ada jalan tertentu yang kamu harus langkahi untuk meraih sesuatu, dan itu harus kamu lalui. Mau apapun alatnya, mtk ipa atau sebagainya, itu hanya alat. Bukan 7 x 6 yang nanti ditanya di akhirat, tapi seberapa besar kamu berusaha menguasai alat itu sampai kamu bisa menunaikan amanah belajar kamu di SD ini" -- Hafidzah Istianah-sensei.
"Ya mau nggak mau, suka nggak suka harus bisa pelajaran eksak yang di UN kan, Ini ibarat kendaraan satu-satunya menuju apa yang dia suka, gitu," -- Lutfiah-sensei.
Ini tulisan yang memicu perbincangan luar biasa itu. Sebuah tulisan yang sesuai dengan dunia yang gue rindukan. Dunia di mana anak-anak bisa bebas menjalani hidup mereka sendiri, sesuai dengan keinginan dan hati mereka. Oke, mari kita simak...

SEMUA ANAK ADALAH BINTANG
Oleh : Septi Peni Wulandari.
praktisi Parenting afrakids

Saya teringat suatu peristiwa ketika Ara kecil bertanya tentang proses terjadinya adik di perut ibunya. Saya tidak menjawab langsung, mengajak Ara ke depan Video player kami, dan menyetel film "Proses terjadinya manusia" karya Harun Yahya. Saat melihat pergerakan ratusan juta sperma berkompetisi secara sehat untuk memperebutkan dirinya menjadi "sang juara" bertemu dengan satu telur. Saat itu juga Ara berkesimpulan
"berarti aku ini juara sejak di perut ibu ya". Kalimat ini sungguh di luar dugaan kami, karena apa yang ditanyakan dengan kesimpulan yang dia dapatkan jauh dari bayangan saya waktu itu. Anak-anak yang terlahir ke dunia merupakan anak-anak pilihan, para juara yang membawa bintangnya masing-masing sejak lahir. Namun setelah mereka lahir, kita, orang dewasa yang diamanahi menjaganya, justru lebih sering "membanding-bandingkan" pribadi anak ini dengan pribadi anak yang lain.
BANDINGKANLAH ANAK-ANAK KITA DENGAN DIRINYA SENDIRI, BUKAN DENGAN ANAK ORANG LAIN
Jadi kalimat yang harus sering anda keluarkan adalah,
"Apa bedanya kakak 1 tahun yang lalu dengan kakak yang sekarang?"bukan dengan kalimat "Mengapa kamu tidak seperti si A, yang nilai raportnya selalu bagus?""Mengapa kamu tidak seperti adikmu?" Kita, orang dewasa yang dipercaya untuk melejitkan "mental jawara" anak, justru lebih sering memperlakukan mereka menjadi anak rata-rata, yang harus sama dengan yang lainnya.
MEMBUAT GUNUNG, BUKAN MERATAKAN LEMBAH
Ikan itu jago berenang, jangan habiskan hari-harinya dengan belajar terbang, agar ia sepintar burung. Seringkali kalau ada anak-anak yang tidak menyukai matematika, kita paksakan anak untuk ikut pelajaran tambahan matematika agar nilainya sama dengan anak-anak yang sangat menyukai matematika. Ini namanya meratakan lembah. Anak akan menjadi anak yang rata-rata. Burung itu jago terbang, apabila sebagian besar waktunya habis untuk belajar terbang, maka dalam beberapa waktu ia akan menjadi maestro terbang di bidangnya. Anak yang terlihat berbinar-binar mempelajari sesuatu, kemudian orangtuanya mengijinkan anak tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mempelajari hal tersebut, maka kita sedang mengijinkan lahirnya maestro baru. Ini namanya membuat gunung. Anak akan memahami misi spesifiknya untuk hidup di muka bumi ini.
ENJOY, EASY, EXCELLENT, EARN
Kita sebagai orangtua harus sering melakukan "discovering ability" agar anak menemukan dirinya. Dengan mengajak anak kaya akan wawasan, kaya akan gagasan, dan kaya akan aktivitas. Sehingga anak dengan cepat menemukan aktivitas yang membuat matanya berbinar-binar, tak pernah henti untuk mengejar kesempurnaan ilmu, dan menjadi hebat di bidangnya. Pendapatan itu adalah bonus dari kesungguhan 3 hal tersebut.
ALLAH TIDAK PERNAH MEMBUAT PRODUK GAGAL
Tidak ada anak yang bodoh di muka bumi ini, yang ada hanya anak yang tidak mendapatkan kesempatan belajar dari orangtua/guru yang baik, yang senantiasa tak pernah berhenti menuntut ilmu demi anak-anaknya, dan memahami metode yang tepat sesuai dengan gaya belajar anaknya.
ANAK-ANAK TERLAHIR HEBAT, KITALAH YANG HARUS SELALU MEMANTASKAN DIRI AGAR SELALU LAYAK DI MATA ALLAH, MEMEGANG AMANAH ANAK-ANAK YANG LUAR BIASA.

================================================================================

Jadi ingat novel Toto-chan. Seperti itulah sekolah yang gue impikan. Sekolah di mana kita bisa memilih mau belajar apa. Sekolah yang tidak menyalahkan kelemahan kita pada satu bidang. Sekolah yang menyenangkan, yang memenuhi kehausan ilmu kita. Sekolah di mana kita bisa menemukan minat kita. Sekolah di mana kita bisa menemukan tujuan hidup yang ingin kita ambil, dan yang memberi arahan jalan apa yang harus kita tempuh untuk itu. Sekolah yang membuat kita berpikir, "Aku ingin belajar! Aku ingin tahu lebih banyak soal ini!" bukannya "Aku malas belajar! Ngapain sih belajar beginian?!"

Aah... really. Bukankah sejak zaman dahulu begitulah sekolah seharusnya?

1 comment: