Sunday, December 7, 2014

Bisakah kau mengatakannya dengan yakin? "Nilai 3 diperoleh dengan jujur lebih baik dari pada nilai 9 tapi nyontek!"

Judul pos hari ini sangat panjang.
Yup.
Hari ini gw melihat slogan "Nilai 9 tapi jujur lebih baik daripada nilai 3 tapi nyontek"

Eh, itu mah udah pasti ya? Menurut gue slogannya kurang berani.

Coba deh. Beranikah kalian memasang slogan "Nilai 3 diperoleh dengan jujur lebih baik dari pada nilai 9 tapi nyontek!" di sekolah kalian?

Melihat sistem pendidikan akhir-akhir ini *jailah so iye banget gue* gw merasa sedikit terhenyak. Seinget gw dulu jaman SD sampe SMP gw takut banget nyontek. Gue yang kebetulan hidup tanpa tekanan dari orang tua mengenai nilai gw, nggak merasa bahwa gw harus nyontek. Di tambah, guru SD gw dulu pernah negur gw dengan kata-kata yang nyelekit banget pas gw ke "gep" lagi ngasih contekan ke teman gw. Katanya, "Kalo kau ngasih contekan ke teman kau, kau itu bukan ngasih madu ke teman kau, tapi ngasih RACUN!" dengan kata RACUN yang ditekankan dalam-dalam. Sebagai anak ababil, gw saat itu merasa terhenyak dalam hati, tapi untuk mempertahankan ke-cool-an gw, gw pasang stoic face aja, hahaha. Gw selalu merasa ingin membantu orang lain, tapi kenyataannya yang gw lakukan itu bukan membantu teman gw, tapi merusak kepribadian teman gw. Mungkin bisa dibilang gw melakukan pembunuhan karakter dengan memberi contekan kepada orang lain.

Meskipun begitu, ketika gw SMP tingkat akhir, atau ketika gw SMA, fenomena mencontek mulai tampak biasa. Gw rasa disinilah hati gw mulai tercemari dan gw mulai berpikir, "oh, yaudah biasa aja lah nyontek. yang penting nilainya bagus."
Tentu saja guru-guru nggak akan membiarkan kalian mencontek. Itu harus. Wajib. Kalau nggak gitu, pasti anak-anak bakal nyontek. Nggak ada yang namanya perasaan, "nyontek itu dosa" terpatri dalam hati dalam-dalam. Berterimakasihlah kepada guru yang mengawas ujian dengan ketat. Itu artinya dia masih sayang dan peduli kepada kesehatan hati kalian. Seperti halnya: Seorang Ibu yang baik akan menghukum anaknya jika anaknya melakukan perbuatan yang tidak baik. Jika ia mengacuhkannya, artinya ia tak peduli.

Tapi ketika kita melihat kenyataan:
Bisakah kalian lulus dengan nilai 3?
Apakah usaha kalian dipertimbangkan untuk bisa lulus?
Bukankah yang dinilai hanya nilai akhir?

Ini yang gw nggak setuju. Ketika pendidikan berorientasi kepada nilai, maka saat itulah anak-anak kepepet untuk melakukan pembunuhan karakter dengan cara mencontek. Kalau ada guru bilang, "gapapa nilai jelek asal hasil kerja sendiri," pasti anak-anak bakal mikir *sori agak kasar*, "Bullshit lu bu/pak, ujung-ujungnya yang bikin lulus kan nilai."

Ketika gw nonton dorama MY BOSS, MY HERO, gw melihat hal yang seharusnya menjadi kenyataan. Tuh si Makio mau yakuza kayak apa juga, biar nilainya 1 2 3, dia tetep belajar keras, nggak nyontek, dan biarpun nilainya cuma naik dikit dari 25 jadi 30, dia tetep lulus karena guru melihat usaha kerasnya. Pertanyaannya, bisakah pendidikan sekarang membiarkan seseorang tetap lulus dengan nilai 30 di rapornya? Kenapa standar kelulusan di buat begitu tinggi sehingga siswa seakan tercekik dan hati guru pun tak sanggup melihat anak didiknya dibuat terjepit sedemikian rupa?

Karena Kapasitas Otak dan Keahlian Setiap Orang Berbeda

Karena ada orang yang meskipun berusaha keras tetap kesulitan belajar di suatu bidang. Karena ada saatnya di mana seseorang hanya jago di olahraga, tapi nggak jago belajar. Ada saat di mana seseorang cuma jago belajar, tapi nggak jago olahraga. Ada juga seseorang yang pas pasan dalam belajar maupun olahraga, tapi jago bersosialisasi. Ada yang kayaknya nggak jago apa-apa, tapi ternyata berbakat dalam musik. Atau nggak bakat dalam hal apapun, tapi dia ternyata jago nyusun lego.
Gw seneng di dunia ini ada SMK atau aneka sekolah-sekolah khusus lainnya. Tapi gw juga seneng ada SD dan SMP yang bersifat umum. Karena jika kita nggak bersentuhan dengan semua bidang ilmu, kita nggak akan tahu kemana minat kita. Yah, kenyataannya, di dunia nyata nanti, nilai di rapor kalian nggak menentukan 'nilai' diri kalian. Yang menentukan 'nilai' diri kalian adalah kebermanfaatan kalian di masyarakat, apa yang bisa kalian lakukan, dan apa keahlian kalian. Walaupun cuma jago nyusun lego, tapi kalau jadi juara di kejuaraan lego internasional, tentu sesuatu yang membanggakan toh?

No comments:

Post a Comment